Tuesday, August 11, 2009

Penerapan Konsep Al-Izzah Dalam Pendidikan islam

Persoalan manusia memang sangat kompleks, kerumitan susunan baik jasmani maupun rohani masing-masing meninggalkan komponen yang sulit untuk dicerna oleh panca indra. Pada dasarnya manusia merupakan makhluk yang sempurna namun karena beberapa hal yang dapat mengakibatkan ia tidak lagi sempurna maka manusia seakan tidak lagi memiliki kemuliaan dimata Allah dan manusia lainnya.
Manusia sempurna bukan berarti manusia yang lengkap susunan tubuhnya tapi manusia yang paling bertaqwa kepada sang khaliq dan mampu mengembangkan potensi-potensi yang ada dalam dirinya. Kemuliaan didunia dan akhirat adalah elemen penting dari karakter seorang yang sempurna. Jika manusia itu sempurna baik akhlak kepada manusia maupun cara beribadah maka ia akan menyandang jabatan kemuliaan dengan sendirinya.
Bagaimana mencapai kemuliaan?, inilah yang akan menjadi topik pembahasan penulis. Yaitu melalui pendidikan manusia akan mampu mendapat kemuliaan, sebab dengan pendidikan khususnya pendidikan yang berlandaskan metode ketauhidan ini manusia akan mampu memahami siapa pencipta, untuk apa diciptakan dan bagaimana mendapatkan gelar kemuliaan sebagai manusia sempurnya dimata Allah SWT.
Antara Metode Tauhid, Kemuliaan Manusia Dalam Pendidikan
Kata “Al-Izzah” عزةdalam Al-Qur’an memiliki makna yang berbeda dalam beberapa kandungan pada ayat yang digunakan sebagai sandaran. Sebagaimana dalam kamus “Lisan Al-Arab” kata Al-Izzah merupakan bentuk masdar dari sumber kata “azza, ya’izzu, ‘izzan wa ‘izzatan wa ‘azaazatan” (عز- يعز – عزا – عزة – عزازة) yang memiliki makna “As-Syaraf” atau “Al-Karam” (Kemuliaan), “Al-Quwwah”, “Al-Syiddah” (Kekuatan). Namun dalam pembahasan ini penulis akan mengkonsentrasikan pembahasan yang bermula dari firman Allah SWT berikut:
“Barangsiapa yang menghendaki kemuliaan, Maka bagi Allah-lah kemuliaan itu semuanya. kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang saleh dinaikkan-Nya. dan orang-orang yang merencanakan kejahatan bagi mereka azab yang keras. dan rencana jahat mereka akan hancur”.(Surat Al-Faatir: 10)
Para ulama’ mufassirin berbeda pendapat dalam menentukan arti kata “al-izzah” tapi khususnya dalam ayat diatas kata al-izzah berarti “kemuliaan” yang mana kemuliaan seseorang akan diberikan jika ia (manusia) selalu berkata dengan kalimat al-thayyibah, adapun dalam tafsir Al-Maraghi yang dimaksud dengan Al-Kalimat Al-Thayyibah yaitu perkataan Tauhid (Laa Ilaa Ha Illallah), Dzikir, Membaca Al-Qur’an sebagaimana Allah SWT menerima amal-amal shaleh yang dikerjakan dengan rasa ikhlas.
Kemudian ditambahkan berbagai syarat lain untuk terciptanya kemuliaan atau derajat yang lebih tinggi dengan bertaqwa kepada Allah SWT dan Rasulullah dan tidak menyembah tuhan selain Dia, sebagaimana dipertegas dalam Surat Maryam: 81:
“dan mereka telah mengambil sembahan-sembahan selain Allah, agar sembahan-sembahan itu menjadi pelindung bagi mereka”,(Maryam 81)
Berangkat dari sebuah konsep pendidikan yang berorientasikan kemuliaan diri baik ketika didunia maupun di akhirat kita tidak bisa menafikan peran orang tua sebagai madrasatul ula dalam pembentukan kepribadian islami anak. Sedangkan untuk membentuk jiwa sempurna membutuhkan pendidik (orang tua) yang bertaqwa dan memiliki aqidah islam yang kuat dan selalu beribadah kepada allah dengan penuh keyakinan.
Merujuk ungkapan Muhammad Qutb, “sesungguhnya mendidik satu anak dalam islam itu seperti mendidik seribu anak bahkan seluruh anak ummat. Maka hal tersebut membutuhkan rumah sebagai tempat tinggal, syariat untuk mengatur, sekolah sebagai tempat pengajaran, dan masyarakat yang islami pula” untuk itu komponen-komponen dalam membentuk kemuliaan diri syarat untuk dipenuhi.
Islam adalah agama yang mulia. Namun untuk menumbuhkan jiwa mulia manusia selain dari komponen diatas ada satu hal yang selalu diingatkan Allah dan rasulnya yaitu sifat putus asa, yang mana sifat tersebut tidak ada guna dan manfaat dalam setiap tindakan sebagai umat islam sebab sifat putus asa lebih tepat merupakan sifat kaum kafir.
“Hai anak-anakku, Pergilah kamu, Maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir"
Kemuliaan merupakan salah satu bentuk rahmat Allah SWT yang akan diberikan kepada siapa saja yang menginginkannya dan menunjukkan dalam bentuk ketakwaan dan tidak cepat putus asa dalam mencari ilmu-ilmu yang diturunkan di alam semesta. Iqbal dalam bukunya The Reconstruction Of Religious Thought In Islam memaparkan bahwa “kelahiran islam adalah…. Kelahiran cara berfikir induktif”, namun dalam hal ini iqbal mengesampingkan metode tauhid yang telah jelas diterangkan dalam al-qur’an.
Pada hakekatnya manusia adalah makhluk tuhan yang sengaja diciptakan. Bukan muncul dengan sendirinya dan berada oleh dirinya sendiri, dalam al-qur’an surat Al-Alaq ayat 2 menjelaskan bahwa manusia diciptakan tuhan dari segumpal darah, sedang dalam surat Al-Thariq ayat 5 menjelaskan bahwa manusia dijadikan oleh Allah SWT. Begitu juga dalam surat Al-Rahman ayat 3 yang menerangkan bahwa Al-Rahman (Allah) adalah yang menciptakan manusia.
Manusia berkembang dengan adanya pengaruh lingkungan dan pembawaan. Manusia bisa menjadi makhluk paling hina karena lingkungan begitu pula manusia dapat menjadi makhluk yang mulia tergantung dimana dan dengan siapa mereka berkembang. Setiap manusia memiliki potensi atau kemampuan dan potensi inilah yang akan menuntun manusia dalam masa berkembang nanti.
Untuk mencapai kemulian sebagai manusia yang sempurna tentu memerlukan pendidikan sebagai usaha manusia menjadi yang lebih baik. Dari sini peran pendidikan sangat penting dalam mewujudkan apa yang disebut dengan “Al-Izzah”. Namun perlu digaris bawahi, pendidikann disini adalah pendidikan yang menjadikan agama islam (tauhid) sebagai landasan utama proses mencapai kemuliaan.
Adapun inti dalam pembahasan pendidikan yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya yaitu antara lain:
1, Pendidikan Imaniyah
Metode utama yang harus ditanamkan kedalam jiwa anak didik supaya menjadi manusia yang mulia yaitu pendidikan iman kepada allah. Mulai dalam masa prenatal (sebelum lahir), kanak-kanak pada masa inilah yang nantinya paling dominan dalam membentuk kepribradian anak tersebut ketika dewasa.
Mulai dari pemahaman tentang aqidah, syariat islam, beibadah, akhlak, serta penerapan hukum-hukum islam harus sudah dikenalkan kedalam dunia anak-anak. Pendidikan imaniyah ini memiliki tujuan supaya anak mampu memahami aqidah yang benar dan menjadikan islam sebagai agama, al-quran sebagai petunjuk dan rasul sebagai uswatun hasanah. Untuk itu dianjurkan ketika anak manusia lahir untuk membisikkan kedalam telinga anak kalmiat tauhid (laa ilaa ha illallah) sebagaimana sabda nabi Muhammad SAW:

روي الحاكم عن ابن عباس رضي الله عنها عن النبي صلي الله عليه وسلم أنه قال: "افتتحوا علي صبيانكم اول كلمة بلا اله الا الله". (متفق عليه)

2. Pendidikan Akhlak Sebagai Landasan Bermuamalah
Ketika pendidikan anak jauh dari akidah islam baik dari segi ketauhidan maupun akhlak terhadap manusia lainnya. Maka tidak diragukan kehidupan anank tersebut akan tersesat dan terjerumus kedalam jurang syetan. Namun jika terus demikian dan tidak ada usaha untuk berbuat yang lebih baik maka hidup anak yang seperti ini akan suram penuh dengan kegelapan dan tidak bermanfaat bagi manusia lain.
Sebagai gambaran dari sifat manusia yang berakhlak kurang baik antara lain:
- selalu berbohong
- suka mengambil yang bukan menjadi haknya
- tidak suka melihat keberhasilan orang lain dan selallu mendengki.
Ketiga gambaran diatas akan selalu melekat pada diri anak didik jika seorang pendidik tidak member contoh yang baik sesuai dengan syariat.
3. Pendidikan Akal/Kecerdasan
Yang dimaksud dengan pendidikan akal/kecerdasan yaitu proses pembentukan pemikiran anak dengan ilmu yang bermanfaat sesuai dengan syariat islam, peradaban kejayaan islam serta kebudayaan islami. Tidak dapat dipungkiri bahwa pada awal penciptakan manusia (nabi adam as) allah telah membimbing dan mendidik dengan perintah iqra’ (bacalah.
Dalam mendidik manusia untuk menjadi insan yang mulia berarti sama dengan menjadikan ia sebagai insan kamil (manusia sempurna). Ketika manusia memiliki derajat kemuliaan maka bisa dikatakan ia termasuk orang yang sempurna pula. Sebagai indicator manusia yang sempurna menurut Dr. Ahmad Tafsir:
a. Memiliki jasmani sehat serta kuat dan berketrampilan
Orang islam perlu juga memilik badan sehat dan kuat khususnya dalam bidang dakwah islamiyah dan menegakkan syariat islam yang mana pasti menemukan berbagai rintangan dalam melaksanakannya. Dari perspektif ini islam mengidealkan kesehatan jasmani.
Selain sehat jasmani islam menghendaki umatnya sehat dari segi mental, karena mental merupakan inti dari ajaran islam. Adanya keterkaitan antara jasmani dan rohani inilah yang menjadikan mental sebagai tema penting dalam membentuk manusia yang mulia.dalam kitab karangan As-Syaibani, 1979 dijabarkan bahwa umat islam harus mamiliki ahli dalam bidang memanah, berenang, menggunakan senjata, menunggang kuda, dan lari cepat. Ini telah diungkapkan rasulullah saw dalam hadistnya.
Selain dari pada penjabaran Rasulullah SAW dan As-Syaibani telah disebut juga dalam kitab Al-Qur’an Surat Al-Anfal ayat 60 supaya umat islam mempersiapkan kekuatan dan pasukan berkuda untuk menghadapi musuh-musuh islam. Jika dilihat dari kaca mata modern hal ini merupakan keterampilan manusia yang mana tidak dapat dipungkiri bahwa keterampilan manusia akan dibutuhkan kapan saja dan dimana saja.
b. Cerdas dan pandai
Kecerdasan merupakan anugrah yang tidak cukup disyukuri hanya dengan mengucapkan Alhamdulillah tapi perlu adanya implementasi berwujud perbuatan yang menjastifikasi adanya rasa syukur tersebut. Cerdas dapat dinilai dengan adanya kemampuan menyelesaikan masalah dengan cepat dan tepat, sedangkan pandai berarti memiliki pengetahuan dan informasi yang banyak.
Adapun indicator kecerdasan manusia, pertama, memiliki ilmu pengetahuan (sains) yang berkualitas tinggi, dengan adanya sains yang dimiliki manusia maka kecerdasan seseorang bisa diukur mutu atau kualitas pengetahuannya. Kedua, mampu memahami dan menggunakan akal secara benar khususnya dalam kegiatan memecahkan permasalahan filosofis.
Nabi Muhammad saw menyatakan bahwa pengetahuan dapat diperoleh dengan cara belajar (al-bukhori 1, 1981: 25) dalam hal ini sebenarnya pada surat al-alaq ayat 1 juga memiliki makna yang sama yaitu perintah untuk belajar.dalam kitab karangan sulaiman, 1964, Imam al-ghozali menegaskan juga dalam belajar, justru beliau berpendapat bahwa belajar hukumnya wajib bagi setiap muslim.

c. Rohani yang berkualitas tinggi
Permasalahan rohani sebenarnya manusia tidak memiliki ilmu yang pasti tentangnya kerena rohani (ruh) adalah urusan tuhan namun bukan berarti kita melupakannya begitu saja. Sebagian ahli tasawwuf menyebutnya dengan kata qalb atau kalbu,, kekuatan rohani memiliki batasan yang lebih luas dari pada akal atau logika dengan kalbu manusia dapat merasakan keberadaan sesuatu yang ghaib seperti tuhan untuk itulah jika kalbu itu baik maka manusia akan mampu mengimani segala kuasa Allah SWT.
Dari beberapa uraian tentang kemuliaan manusia yang disebut juga dengan manusia sempurna dapat sedikit diringkas sebagai berikut; ketika manusia menginginkan kemualiaan didunia maka syarat yang harus dimilikinya ialah jasmani yang sehat serta memiliki keterampilan yang berfungsi sebagai pendukung aktifitas dakwah islamiyah. Selain itu harus dipenuhi pula kecerdasan akal, ini bergantung pada pengetahuan yang ia miliki, selain dari pada ilmu agama, ilmu kemasyarakatan juga merupakan titik dari bentuk peradaban dunia. Namun satu hal yang paling penting yaitu mulia didunia dan akhirat, tentu syaratnya yaitu selain dua diatas kualitas ilmu yang ada dihati serta bagaimana caranya ia membentuk keimanannya dengan sang khalik, hal ini hanya mampu dilakukan dengan kalbu yang sehat.

Kesimpulan

Dari pemaparan diatas dapat diambil kesimpulan secara sederhana bahwa manusia akan merasakan kemuliaan didunia dan akhirat dengan syarat tidak menafikan unsure ketuhanan atau ketauhidan. Melalui pendekatan pendidikan imaniyah, jasmaniyah, aqliyah atau dzakaiyah, segala bentuk kemuliaan adalah milik allah swt maka dari itu jika manusia menginginkan kemuliaan tersebut haruslah mendekatkan diri kepada sang maha pencipta alam.
Metode tauhid adalah salah satu rahasia bagaimana manusia mendapatkan kedudukan tersebut. Melalui pendidikan metode ketauhidan ini ditanamkan kepada seluruh anak didik supaya nantinya membekas dalam jiwa anak serta dapat menyatu antara zat manusiawi dan zat robbani. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa manusia sangat membutuhkan hal ini. Oleh karena itu peran orang tua, guru, metode, serta masyarakat sangat dibutuhkan sebagai media penanaman ketauhidan tersebut.

Referensi
‘Ulwaan, Abdullah, Tarbiyatu Al-Aulad Fii Al-Islam, (Beirut: Darussalam, 1893).
Abdul Rahman Al-Naqib, Abdul Rahman, Al-Tarbiyah Al-Islamyyah Al-Mu’asyirah, (Kairo: Darul Fikr Al-Araby, 1997).
Ahmad Ibn Ali Ibn Hajar Al-‘Asqalaani, Imam Hafidz, Fathul Baarii, (Kairo: Daaarul Hadis, 2004).
Ibn Mandzur, Imam Al-Allaamah, Lisan Al-Arab, (Kairo: Darul Hadits, 2003), Jil. Vi
Muhammad Al-Syarqawi, Hasan, Nahwa, ‘Ilmi Nafsi Islamy, (Iskandaria: Al-Haiah Al-Mashriyyah Al-‘Aamah Lil Kutub, 1979).
Munir, Muhammad, Al-Marja’ Fii Al-Tarbiyya Al-Muqaaranah, (Kairo: Ilmu Al-Kutub, 1979).
Mustafa Al-Maraghi, Ahmad, Tafsir Al-Maraghi, (Beirut: Darul Fikr, 2001), Jil. Viii
Nor Wan Daud, Wan Mohd, Filsafat Dan Praktek Pendidikan Islam, Syed M. Naquib Al-Attas, (Bandung: Mizan, 1998).
Qutb, Muhammad, Manhaju Al-Tarbiyyah Al-Islamiyyah, (Iran: Darul Kitab Al-Islamiy,1998), Jil. II
Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), Cet VII).

0 comments:

  ©Template by Dicas Blogger.